Bentuk jamak dari kata media adalah medium yang berarti pertengahan, nah yang namanya pertengahan itu mestinya netral. Namun pada kenyataannya banyak media malah menjadi alat propaganda dan lebih cenderung subyektif. Parahnya, sebagian besar masyarakat Indonesia itu cenderung tidak pernah mau bersusah payah untuk mencari kebenaran sejati atau meluangkan waktu untuk meneliti kebenaran informasi yang diterimanya. Hal ini tentu menjadi santapan empuk bagi jaringan media nasional berlabel raksasa/mainstream baik itu media cetak, media elektronik dan media online untuk membentuk opini publik demi kepentingan pribadi dan golongannya. Merekapun dengan secara masif, intensif dan sistematis menghujani masyarakat dengan berita-berita yang menyudutkan lawan politik atau ideologinya dan tentu saja yang menguntungkan pribadi, kelompok dan ideologinya. Bahkan media yang tadinya netralpun bisa saja dibayar oleh suatu kelompok untuk menggiring opini publik sesuai dengan pesanan.
Sebenarnya jika mau mencari informasi lebih dalam dan tidak mengambil dari satu sumber saja, maka tirai-tirai kebenaran akan terkuak. Kita perlu tahu juga siapa para pemilik media dengan warna politik dan ideologinya, sehingga kita akan tahu maksud dan tujuan dari pemberitaan yang diluncurkan ke publik.
"Wahai orang yang beriman! Jika orang fasik datang membawa berita padamu, maka hendaklah kamu selidiki(lebih dulu) supaya kamu jangan melakukan (tindakan) terhadap suatu golongan dengan ceroboh, nantinya kamu akan menyesal". (Surat Al-Hujurat ayat 6).